Jumat, 04 November 2011

Bahtsul Masa'il Ad-Diniyah


Hukum Transaksi via Elektronik
12/04/2010
Berikut ini adalah salah satu keputusan bahtsul masil diniyah waqi'iyah pada muktamar ke-32 di Makassar, 23-28 Maret 2010. (red)

Kemajuan teknologi dan Informasi telah mengantarkan pada pola kehidupan umat manusia lebih mudah sehingga merubah pola sinteraksi antar anggota masyarakat. Pada era teknologi dan informasi ini, khususnya internet, seseorang dapat melakukan perubahan pola transaksi bisnis, baik berskala kecil mapun besar, yaitu perubahan dari paradigma bisnis konvensional menjadi paradigma bisnis elektronikal. Paradigma baru tersebut dikenal dengan istilah Electronic Commerce, umumnya disingkat E-Commerce.

Kontrak elektronik adalah sebagai perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Maka jelas bahwa kontrak elektronikal tidak hanya dilakukan melalui internet semata, tetapi juga dapat dilakukan melalui medium faksimili, telegram, telex, internet, dan telepon. Kontrak elektronikal yang menggunakan media informasi dan komunikasi terkadang mengabaikan rukun jual-beli (ba’i), seperti shighat, ijab-qabul, dan syarat pembeli dan penjual yang harus cakap hukum. Bahkan dalam hal transaksi elektronikal ini belum diketahui tingkat keamanan proses transaksi, identifikasi pihak yang berkontrak, pembayaran dan ganti rugi akibat dari kerusakan.  Bahkan akad nikah pun sekarang telah ada yang menggunakan fasilitas telepon atau Cybernet, seperti yang terjadi di Arab Saudi.

Pertanyaan:
1. Bagaimana hukum transaksi via elektronik, seperti media telepon, e-mail atau Cybernet dalam akad jual   beli dan akad nikah?
2. Sahkah pelaksanaan akad jual-beli dan akad nikah yang berada di majlis terpisah?
3. Bagaimana hukum melakukan transaksi dengan cara pengiriman SMS dari calon pengantin pria berisi catatan pemberian kuasa hukum (wakalah) kepada seseorang yang hadir di majlis tersebut?

Jawaban:
1. Hukum akad jual beli melalui alat elektronik sah apabila sebelum transaksi kedua belah pihak sudah melihat memenuhi mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya.

Sedangkan hukum pelaksanaan akad nikah melalui alat elektronik tidak sah, karena: (a) kedua saksi tidak melihat dan mendengar secara langsung pelaksanaan akad; (b) saksi tidak hadir di majlis akad; (c) di dalam akad nikah disyaratkan lafal yang sharih (jelas) sedangkan akad melalui alat elektronik tergolong kinayah (samar).

2. Pelaksanaan akad jual-beli meskipun di majlis terpisah tetap sah, sedangkan pelaksanaan akad nikah pelaksanaan akad jual-beli dan akad nikah yang berada di majlis terpisah di majlis terpisah tidak sah.

3. Hukum melakukan akad/transaksi dengan cara pengiriman SMS dari calon pengantin pria berisi catatan wakalah (pemberian kuasa hukum) kepada seseorang yang hadir di majlis tersebut hukumnya sah dengan syarat aman dan sesuai dengan nafsul-amri (sesuai dengan kenyataan).

Pengambilan dalil dari:
1. Nihayatul Muhtaj, Juz 11, hal. 285 (dalam maktabah syamilah)
2. Al-Majmu’, Juz 9, hal. 288.
3. Hasyiyatul Bujairimi ‘alal Manhaj, Juz 11, hal. 476.
4. Hasyiyatul Bujairimi ‘alal Khatib, Juz 2, hal. 403.
5. I’anahtuth Thalibin, Juz 3, hal. 9. Dll.

 
Hukum Transaksi Jual Beli secara Kredit
19/05/2008
Salah satu kegiatan bisnis yang terjadi di zaman modern ini adalah jual beli barang secara kredit dengan harga yang labih tinggi dari pada biasanya. Prakteknya adakalanya si tukang kredit memasang dua harga, jika beli secara kredit harganya sekian dan kalau tunai harganya sekian.

Tetapi adakalanya memang si tukang kredit hanya menjual barang secara kredit saja. Tentu harga jual barang secara kredit lebih mahal dari pada jual kontan. Bagaimana status hukum dari transaksi seperti ini?

Para ulama merumuskan kaidah tentang hukum transaksi (mu’amalah) bahwa pada prinsipnya hukum bertransaksi adalah boleh (mubah) kecuali kalau di dalamnya terdapat unsur penipuan (gharar), sepekulasi (maysir), riba dan  barangnya dijual dua kali.

Ada istilah yang umum yakni transaksi “dijual dua” yakni menjual suatu barang kepada dua orang atau lebih, atau mentransaksikan suatu barang dengan harga kredit dan harga tunai tetapi si pembeli langsung membawanya tanpa menjelaskan apakah membeli dengan secara tunai atau dengan secara kredit.

Nah, untuk transaksi model kredit ini, para ulama berbeda pendapat: (1) Jumhur ahli fiqih, seperti mazhab Hanafi, Syafi'i, Zaid bin Ali dan Muayyid Billahi berpendapat, bahwa jual-beli yang pembayarannya ditangguhkan dan ada penambahan harga untuk pihak penjual karena penangguhan tersebut adalah sah. Menurut mereka penangguhan itu adalah harga. Mereka melihat kepada dalil umum yang membolehkan.

(2).Jumhur ulama menetapkan, bahwa seorang pedagang boleh menaikkan harga menurut yang pantas, karena pada asalnya boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada. Sebaliknya kalau sampai kepada batas kezaliman hukumnya berubah menjadi haram.

(3). Pendapat lainnya mengatakan bahwa upaya menaikkan harga di atas yang sebenamya lantaran kredit (penangguhan pembayaran) lebih dekat kepada riba nasiah (tambahan harga karena limit waktu) yang jelas dilarang oleh nash Al-Qur’anul Karim.

Jadi, menurut hemat saya, transaksi jual beli secara kredit hukumnya sah dan halal asalkan akad (transaksinya) antara penjual dan pembeli dilakukan secara jelas (aqd sharih). Artinya, antara penjual dan pembeli sama-sama mengetahui dan terdapat kesepakatan harga barang dan batas waktu pada saat akad.

Transaksi jual beli secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dibanding membeli secara kontan hukumnya sah dan halal. Dengan syarat, transaksi antara penjual dan pembeli dilakukan dengan aqd sharih ’adam al jahalah (dilakukan secara jujur dan mensepakati batas waktu dan harga barang).

Jangan sampai akad sudah selesai dan barang sudah di bawa pulang sementara antara penjual dan pembeli belum ada kesepakatan, apakah membeli secara tunai atau kontan. Sehingga si pembeli memutuskan sendiri dalam akadnya setelah beberapa waktu dari waktu transaksi. Ketidakjelasan seperti ini hukumnya haram karena akadnya tidak jelas (sharih).

HM Cholil Nafis, Lc., MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU

Kuis SMS Berhadiah
08/09/2008
Belakangan ini semakin marak kuis dengan fasilitas SMS (short message service atau layanan pesan singkat) atau telpon. Apalagi menjelang dan di saat-saat bulan Ramadhan, kuis SMS semakin tak terhitung jumlahnya. Bagaimanakah hukum kuis tersebut?

Hukum kuis berhadiah dengan fasilitas SMS atau telpon adalah haram dan termasuk kategori maisir (gambling/taruhan alias judi) sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, apabila terpenuhi salah satu diantara beberapa hal sebagai berikut:

a. Para penebak membayar sejumlah dana dalam bentuk pulsa sebagai syarat untuk kemungkinan berhasil memperoleh keuntungan dengan resiko kerugian hilangnya dana yang telah dibayarkan.

b. Pihak penyelenggara memperoleh keuntungan yang bersumber dari pembayaran sejumlah dana oleh para penebak.

c. Keuntungan bagi pihak penyelenggara dan hadiah bagi sebagian penebak itu berkibat pada kerugian bagi para penebak lain dengan hilangnya dana yang telah dibayarkan.

Penjelasan di atas merupakan rangkuman dari penjelasan Syeikh Manshur ibn Yunus ibn Idris Al-Bahutiy di dalam Kasysyaf al-Qina' (Jilid VI, H.424), Syeikh Sulaiman ibn 'Umar ibn Muhammad al-Bujairimi di dalam Hasyiyah al-Bujairimi 'Ala al-Iqna' (Jilid 3, H. 348), Syeikh Muhammad 'Ali Ash-Shabuniy di dalam Rawai' al-Bayan Tafsir Ayat Al-Qur'an (Jilid I, H. 279), dan Syaikh Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy Wa Adillatuh (Jilid VII, H.4981-4982).

Paparan jawaban dan penjelasan para ulama itu sebagaimana di atas merupakan kesimpulan dari penjabaran ulama' fiqh terhadap nash Al-Qur'an dan As-Sunnah. Allah SWT berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا .البقرة : ٢١٩

Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, sedangkan dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya. (QS Al-Baqarah: 219)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ .المائدة : ٩٠

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS Al-Maidah : 90)
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُـدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَـهُونَ. المائدة : ٩١

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS Al-Maidah: 91)

Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو: (أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَالْكُوبَةِ وَالْغُبَيْرَاءِ وَقَالَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ. رواه أبو داود

Dari Abdullah ibn 'Amr : "Sesungguhnya Nabi SAW. melarang khamar dan judi, serta gendang dan ketipung. Dan bersabdalah beliau: setiap yang memabukkan adalah haram. (HR Abu Daud)

Demikianlah. Kami menyarankan kita semua untuk mencari penghasilan dengan upaya yang wajar dan sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Jangan sampai kita tergoda dengan iming-iming hadiah yang di satu sisi menjebak kita pada hal-hal yang dilarang oleh syariat Islam, dan di sisi lain melambungkan angan-angan kita untuk mendapatkan penghasilan dengan tanpa bersusah payah dan bekerja.

KH Arwani Faishal
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU

SALAH KAPRAH DALAM KEPANITIAAN
ZAKAT FITRAH
Oleh : A. Adib Masruhan
Memasuki bulan Ramadlan, umat Islam secara serentak berbondong-bondong meramaikan masjid dan musholla di wilayah masing masing. Mereka datang ke masid atau musholla untuk melaksanakan sholat tarawih, sholat yang terselenggara setahun sekali, sebagian dari mereka ada yang menghidupkan malam Ramadlan dengan tadarus Al Quran yang sebetulnya bisa dilakukan setiap saat diluar Ramadlan, namun lebih ramai bila dalam momentum Ramadlan karena mengejar pahala yang melimpah. Sebagian dari mereka pula ada yang ke musholla atau masjid untuk melakukan kegiatan sosial, seperti membentuk atau ikut terlibat dalam kepanitiaan zakat fitrah yang hanya dibentuk dibulan Ramadlan, dengan sebutan Amil zakat fitrah.
Fenomena panitia zakat fitrah ini makin marak menjelang bulan Ramadlan berakhir. Keberadaan mereka sangat dibutuhkan untuk membantu kaum muslimin dalam menyalurkan salah satu kewajibannya yaitu membayar zakat. Mereka dibantu dalam pendistribusian zakat fitrahnya kepada para fakir dan miskin.
Zakat Mal dan Zakat Fitrah
Panitia zakat fitrah pada hakikatnya adalah para relawan yang membantu pembagian atau pendistribusian zakat fitrah. Tetapi pada kenyataan, mereka melebihi tugasnya sebagai seorang relawan. Mereka memosisikan diri sebagai Amil Zakat yang nantinya akan mendapat bagian dari zakat itu sendiri.
Perlu diketahui bahwa Zakat fitrah itu tidak ada kepanitiaan (Amil) yang nantinya akan mendapat bagian seperti ashnaf (kelompok ) delapan yang akan menerima pembagian zakat. Karena, para asnaf ini hanya berlaku untuk pembagian zakat mal (harta). Sebagaimana dalam QS at Taubah 9:60 dibawah ini :
"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya (nonmuslim yang diharapkan mau masuk Islam), untuk memerdekakan budak (mengentaskan kemiskinan), orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah (orang yang sedang mengalami kebangkrutan usha) dan orang-orang yang dalam perjalanan (anak jalanan)"
Ayat ini berlaku untuk zakat mal, bukan zakat fitrah. Karena antara zakat mal dan zakat fitrah jauh berbeda, baik dari pembayar (muzakki) maupun penerima (Mustahiq). Muzakki dalam zakat mal adalah aghniya (orang kaya) yang harus mengeluarkan zakat dari prosentasi kekayaannya, dan bila menolak membayarnya maka amil (panitia) berhak mengambil secara paksa, untuk didistribusikan (ditasarufkan) kepada para mustahiq, yaitu ashnaf delapan tersebut. Sedangkan, zakat fitrah adalah zakat nafs (jiwa) dan badan, sebagai penyucian terhadap puasanya, yang terselenggara karena datangnya Iedul Fitri (hari raya). Apabila muzakki menolak mengeluarkan zakat, maka tidak ada yang bisa memaksa, dan pendistribusiannya hanya untuk fuqara dan masakin, untuk menyenangkan mereka pada hari raya, sebagai pemberian makan terhadap orang miskin (Tu'matan lil Masakin) dihari itu. Seperti cerita Ibnu Abbas yang berkata: "Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah kepada orang yang bepuasa sebagai penyucian puasanya dari bicara yang tidak berguna dan kotor dan sebagai pemberian makan terhadap orang-orang miskin" (HR Abu Dawud)
Panitia zakat Fitrah
Keberadaan panitia zakat fitrah ini tidak pernah didokumentasikan pada kitab-kitab klasik, apalagi dalam hadits Rasulullah SAW. Pada kitab kuning pun tidak tertuliskan, tentang amil zakat yang hanya menangani zakat fitrah. Bahkan, di Makkah atau di Madinah, sebagai pusat dan kiblat umat Islam, tidak ada panitia zakat fitrah,
Semarak kepanitian zakat fitrah di Indonessia ini harus dikembalikan pada ketentuan aslinya (khususnya semangat dan posisi mereka). Semangat mereka dalam menjadi panitia harus tetap terpelihara, yaitu sebagai relawan agama yang membantu para muzakki dalam mendistribusikan fitrahnya. Posisi mereka sebagai relawan ini harus ditegaskan bahwa mereka tidak akan memperoleh bagian sebagai amil.
Solusi kepanitiaan zakat fitrah ini bisa dikemukakan sebagai berikut: para muzaki dihimbau dan disarankan agar mengeluarkan fitrahnya sebanyak 3 (tiga ) kg beras per jiwa. Sedangkan, wajibnya adalah 2,7 kg perjiwa, maka setiap jiwa memberi infak (bukan zakat) sebanyak 3 ons beras. Kemudian, dipisah antara zakat dan infak, dan untuk zakat didistribusikan khusus kepada para fakir dan miskin. Sedangkan infak bisa digunakan sebagai konsumsi panitia (pengganti bagian amil) atau pembelian perangkat administrasi dan kebutuhan lainnya. Sehingga jatah mereka yang berhak tetap dan tidak terkurangi, begitu pula panitia tidak mengambil beras (uang) milik orang lain yang haram. Kalau personel panitia termasuk orang berkecukupan, maka tidak mengambil dari pembagian zakat, tetapi bila termasuk orang fakir atau miskin maka memperoleh bagian dari zakat. Demikian sekelumit pemikiran tentang zakat fitrah dan semoga Allah SWT tetap membersihkan jiwa kita semua. Amin.

Bolehkah Makan di Rumah Keluarga Orang Mati?

Oleh: Syaikh Al-Jalil Al-’Allamah KH. Muhammad Nur
Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia wil. Sulawesi Selatan.
Penerbit PT. Al-Quswa Development Coy, Jakarta
Link Download: http://www.mediafire.com/?pv2u8a4fydfv7w5


Aqidah


Nabi Tidak Melakukan Semua Perkara Mubah

Apabila ada orang yang mengharamkan sesuatu dengan berdalih bahwa hal itu tidak pemah dilakukan Rasulullah SAW, maka sebenamya dia mendakwa sesuatu yang tidak ada dasar hukumnya. Oleh karena itu, dakwaannya tidak dapat diterima.

Demikian Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari dalam "Itqanush Shunnah fi Tahqiqi Ma’nal-Bid’ah". Lebih lanjut beliau mengatakan: ”Sangat bisa dipahami bahwa Nabi Muhammad SAW tidak melakukan semua perbuatan mubah, dan bahkan perbuatan sunnah, karena kesibukannya dalam mengurus tugas-tugas besar yang telah memakan sebagian besar waktunya.
Tugas berat Nabi antara lain menyampaikan dakwah, melawan dan mendebat kaum musyrikin serta para ahli kitab, berjihad untuk menjaga cikal bakal Islam, mengadakan berbagai perdamaian, menjaga keamanan negeri, menegakkan hukum Allah, membebaskan para tawanan perang dari kaum muslimin, mengirimkan delegasi untuk menarik zakat dan mengajarkan ajaran Islam ke berbagai daerah dan lain sebagainya yang dibutuhkan saat itu utnuk mendirikan sebuah negara Islam.

Oleh karena itu, Rasulullah hanya menerangkan hal-hal pokok saja dan sengaja meninggalkan sebagian perkara sunah lantaran takut memberatkan dan menyulitkan umatnya (ketika ingin mengikuti semua yang pernah dilakukan Rasulullah) jika beliau kerjakan.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW menganggap cukup dengan menyampaikan nash-nash Al-Qur'an yang bersifat umum dan mencakup semua jenis perbuatan yang ada di dalamnya sejak Islam lahir hingga hari kiamat. Misalnya ayat-ayat berikut:

وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ

"Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya." (Al-Baqarah [2]: 197)
مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

"Siapa yang melakukan amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat dari amal itu." (QS. Al-An'am [6]: 160)
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan." (QS. Al-Hajj [22]: 77)
وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْناً

"Dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan, maka akan Kami tambahkan baginya kebaikan atas kebaikan itu." (QS. Asy-Syura [42]: 23)
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ

"Siapa yang mengerjakan kebaikan walau seberat biji sawi, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (QS. Az-Zalzalah [99]: 7)
Banyak juga hadis-hadis senada. Maka siapa yang menganggap perbuatan baik sebagai perbuatan bid'ah tercela, sebenamya dia telah keliru dan secara tidak langsung bersikap sok berani di hadapan Allah dan Rasulnya dengan mencela apa yangtelah dipuji.
 Dr. Oemar Abdallah KemelUlama Mesir kelahiran Makkah al-Mukarromah
Dari karyanya "Kalimatun Hadi’ah fil Bid’ah"

Hizib Iqbal


حِزْبُ اْلاِقْبَالِ
هدية الفاتحة
-        لرضاء الله تعالى وشفاعة رسول الله صلى الله عليه وسلم, الفاتحة .............
-        الى حضرة النبي المصطفى محمد صلى الله عليه وسلم وعلى اله وأصحبه ...الخ ,الفاتحة ......
-        الى حضرة جميع الانبياء والمرسلين والشهداء والصالحين ....الخ , الفاتحة .........
-        الى حضرة الشيخ على ابى الحسن الشادلى ....... الفاتحة ........
-        الى حضرة الشيخ مشهدى محمد ياسين بن عيسى الفادانى ابوى السيد محمد علوى المالكى الفاتحة....
-      خصوصا الى حضرة شيخنا مسرورى عبد الغنى و على مانوى ................الحاتحة .......
بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِيِّ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اَللَّـــــــــــــهُمَّ اِنَّا نَسْئَالُكَ يَااَللهُ ž يَارَبُّ ž يَارَحْمَنُ ž يَارَحِيْمُ ž لاَ تَكِلْنَا اِلَى اَنْفُسِنَا فِى حِفْظِ مَا مَلَكْتَنَا لِمَا اَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنَّا وَأُمْدُدْنَابِرَقِيْقَةٍ مِنْ رَقَاِئِقِ اسْمِكَ اْلحَفِيْظِ الَّذِى حَفِظْتَ بِهِ نِظَامَ اْلمَوْجُوْدَاتِ وَاْكسُنَا بِدِرْعٍ مِنْ كِفَايَتِكَ وَقَلِدْنَا بِسَيْفِ نَصْرِكَ وَحِمَايَتِكَ وَتَوِّجْنَا بِتاَجِّ عِزِّكَ وَمَهَـــابَتِكَ وَكَرَمِكَ وَرَدِّناَ بِرِدَاءِ مَنِّكَ وَرَكِّبْناَ مَرْكَبَ النَّجَاةِ فِي اْلمَحْيَا وَفِي اْلَممَاتِ بِحَق ِّ اْسمِكَ اْلعَظِيْمِ اْلاَعْظَمِ أُمْدُدْناَبِرَقِيْقَةٍ مِنْ رَقَائِقِ اْسمِكَ اْلقَهَارِ تَدْفَعُ بِهَا عَنَّا مَنْ أَرَادَنَا بِسُوْءٍ مِنْ جَمِيْعِ اْلُمؤْ ذِيَاتِ  وَتَوَلَّنَا بِوِلاَيَةِ اْلعِزِّ يَْخضَعُ لَنَا بِهَا كُلُّ جَبَّارٍ عَنِيْدٍ وَشَيْطَانٍ مَرِيْدٍ يَا عَزِيْزُ يَا جَبَّارُ ž  اَللَّـــــهُمَّ أَلْقِ عَلَيْنَا ِمنْ زِيْنَتِكَ وَمِنْ مَحَبَّتِكَ وَمِنْ كَرَمِكَ وَمِنْ حَضْرَةِ رُبُوْبِيَّتِكَ مَا تَْبهَرُ بِهِ اْلعُقُوْلُ وَتَذِلُّ بِهِ النُّفُوْسُ وَتَخْضَعُ لَهُ الرِّقَابُ وَتَرِقُّ لَهُ اْلاَبْصَارُ  وَتُبَدَّدُ دُوْنَهُ اْلاَفْكَارُ وَيُصَغَّرُ لَهُ كُلُّ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ وَيُسَخَّرُ لَهُ كُلُّ مَلَكٍ قَهَارٍ يَا اَللهُ يَا مَلِكُ  يَا عَزِيْزُ  يَا جَبَّارُ ž  يَا اَللهُ يَاوَاحِدُ يَا اَحَدُ يَاقَهَارُ ž  اَللَّـــــهُمَّ سَخِـْر لَنَا جَمِيْعَ خَلْقِكَ كَمَا سَخَرْتَ اْلبَحْرَ لِسَيِّدِنَا مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ  وَأَلِنْ لَنَا قُلوُبَهُمْ كَمَا أَلَنْتَ اْلحَدِيْدَ لِدَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ  فَاِنَّهُمْ لاَيَنْطِقُوْنَ اِلاَّ بِأِذْنِكَ  نَوَاصِهِمْ فِي قَبْضَتِكَ  وَقُلُوْبُهُمْ فِي يَدِكَ تُصَرِّفُهَا كَيْفَ شِئْتَ  يَامُقَلِّبَ اْلقُلُوْبِ ž ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ  يَا عَلاَّمَ اْلغُيُوْبِ ž  أَطْفَأْنَا غَضَبَـــــــهُمْ بِلاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاسْتَجْلَبْنَا مَحَبَّتَهُمْ بِسَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَعْنَا أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ ِللهِ مَا هَذَا بَشَرًا اِنْ هَذَا اِلاَّ مَلَكٌ كَرِيْمٌ  وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ


Doa-Doa


KUMPULAN DO’A SEHARI-HARI DARI RASULULLOH SAW

المنتقى من عمل اليوم والليلة
النسائي
كتاب في الحديث، للإمام المحدث النسائي الذي جمع فيه الأحاديث الواردة بالأذكار والأعمال التي يجب على المؤمن العمل بها في اليوم والليلة
بسم الله الرحمن الرحيم
ذكر ما كان النبي يقوله إذا أصبح
عن عبد الله بن عبد الرحمن بن أبذى عن أبيه، قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أصبح قال: )أصبحنا على فطرة الإِسلام، وكلمة الإِخلاص، ودين نبيِّنا محمد صلى الله عليه وسلم، وملة أبينا إبراهيم حنيفاً مسلماً، وما أنا من المشركين)
ثواب من قال حين يصبح وحين يمسي
رضيت بالله ربّاً وبالإِسلام ديناً وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيّاً
عن أبي سعيد الخدري قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: )من قال: رضيتُ بالله ربّاً، وبالإسلام ديناً، وبمحمد صلى الله عليه وسلم رسولاً وجبت له الجنة(، قال: ففرحت بذلك وسررت به عن أبي سعيد الخدري، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: )يا أبا سعيد، مَن رضي بالله رَبّا وبالإِسلام ديناً، وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبياً وجبة له الجنَّة( فعجب لها أبو سعيد، قال: أعِدها علي يا رسول الله، ففعل عن ابن غنّام عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: )من قال حين يصبح: اللهم ما أصبح بي من نعمة أو بأحدٍ من خلقك فمنك وحدك، لا شريك لك، فلك الحمد ولك الشكر، إلاَّ أدَّى شكر ذلك اليوم( عن أبي هريرة رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقول إذا أصبح: )اللهم بك أصبحنا، وبك أمسينا، وبك نحيا، وبك نموت وإليك النشور(
نوع آخر من القول وثواب من قاله
عن مسلم بن زياد، مولى ميمونة زوج النبي صلى الله عليه وسلم قال: سمعت أنس بن مالك يقول: قال رسول الله من قال حين يصبح: )اللهم إني أشهدك، وأشهدُ حملة عرشك، وملائكتك وجميع خلقك، أنك أنت الله لا إله إلا أنت وحدك لا شريك لك، وأن محمداً عبدك ورسولك، أعتق الله ربعه ذلك اليوم من النار فإن قالها أربع مرات أعتقه الله ذلك اليوم من النار(
نوع آخر
عن أبي هريرة قال: إن أبا بكر قال للنبي صلى الله عليه وسلم: أخبرني بشيء أقوله إذا أصبحت وإذا أمسيت، قال: )قل: اللهم عالم الغيب والشهادة، فاطر السموات والأرض، ورب كل شيء ومليكه أشهد أن لا إله إلا أنت، أعوذ بك من شر نفسي وشر الشيطان وشركه، إذا أصبحت، وإذا أمسيت، وإذا أخذت مضجعك(
ما لمن قال لا حول ولا قوة إلا بالله?
عن أبي ذر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: )ألا أدلك على كنز من كنوز الجنة? قلت: بلى، قال: لا حول ولا قوة إلا بالله( عن عثمان عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: )من قال: باسم الله الذي لا يضر مع اسمه شيء في الأرض ولا في السماء وهو السميع العليم، فقالها حين يمسي لم تفجأه فاجئة بلاءٍ حتى يصبح، وإن قالها حين يصبح لم تفجأه فاجئة بلاءٍ حتى يمسي(
سيد الإِستغفار
عن شداد بن أوس، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: )سيد الإِستغفار أن يقول العبد: اللهم أنت ربي لا إله إلا أنت خلقتني وأنا عبدك وأنا على عهدك ووعدك ما استطعت، أعوذ بك من شر ما صنعت، أبوء لك بنعمتك وأبوء لك بذنبي، فاغفر لي فإِنه لا يغفر الذنوب إلا أنت؛ فإن قالها بعدما يصبح موقناً فمات من يومه قبل أن يمسي كان في الجنة، وإن قالها حين يمسي فمات قبل أن يصبح كان في الجنة( عن عبد الله بن بريدة عن أبيه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: )من قال اللهم أنت ربي لا إله إلا أنت، خلقتني وأنا عبدك، وأنا على عهدك ووعدك ما استطعت، أعوذ بك من شر ما صنعت، أبوء بنعمتك وأبوء بذنبي فاغفر لي، فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، فمات من يومه أو ليلته دخل الجنة( عن عبد الرحمن بن أبي بكرة، أنه قال لأبيه: يا أبه إني أسمعك تدعو كل غداة، اللهم عافني في بدني، اللهم عافني في سمعي، اللهم عافني في بصري، لا إله إلا أنت ثلاثاً، حين-يعني تصبح- وثلاثاً حين تمسي وتقول: اللهم إني أعوذ بك من الكفر والفقر، اللهم إني أعوذ بك من عذاب القبر تعيدها ثلاثاً حين تصبح وثلاثاً حين- يعني تمسي- قال: نعم يا بني، إني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يدعو بهن، فأنا أحب أن أستن بسنته
عبدالله، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه كان يقول إذا أمسى: )أمسينا وأمسى الملك لله ، والحمد لله لا إله إلا الله وحده لا شريك له اللهم إني أعوذ بك من الجبن والبخل وسوء الكبر، وفتنةٍ في الدنيا وعذاب النار، وإذا أصبح قال مثل ذلك( وفي رواية زيادة: )وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير(
ثواب من قال ذلك عشر مرات

Khutbah


Khutbah Idul Adha: Kisah Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim AS
KHUTBAH PERTAMA:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
 اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
 اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Di pagi hari yang penuh berkah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita ruku’ dan sujud sebagai pernyataan taat kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Apapun kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapa pun perkasa, kita lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita, kita tifdak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.
 Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul adha yang kita rayakan pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebuatan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, jiga dinamakan “Idul Qurban”, karena merupakan hari raya yang menekankan pada arti berkorban. Arti Qurban ialah memberikan sesuatu untuk menunjukkan kecintaan kepada orang lain, meskipun harus menderita . Orang lain itu bias anak, orang tua, keluarga, saudara berbangsa dan setanah air. Ada pula pengorbanan yang ditujukan kepada agama yang berarti untuk Allah SWT dan inilah pengorbanan yang tinggi nilainya.
Masalah pengorbanan, dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang menimpa Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar. Ketika orang ini telah membuat sejarah besar, yang tidak ada bandingannya: Yaitu ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupin istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Karena pentingnya peristiwa tersebut. Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an:
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Artinya: Ya Tuhan  kami sesunggunnya aku telah menempatkan   sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya Tuhan kami (sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah gati sebagia manusia cenderung kepada mereka dan berizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim: 37)
Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak biasa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.